Pasar tradisional sebagai pondasi
ilmu marketing .
Mungkin
hanya beberapa orang yang mengetahui, mengerti, dan memahami arti
pentingnya sebuah pasar tradisional, tempat yang saya ilustrasikan
sebagai pondasi sebuah ilmu marketing. Hanya beberapa orang dikalangan
pemerintah maupun masyarakat kelas menengah-keatas yang memperhatikan
betul kelangsungan jenis retail tradisional ini ditengah gempuran kemajuan perkembangan retail modern
dan teknologi sekarang. Namun jika ditinjau kembali, sebagian besar
teori marketing dari jaman dulu hingga saat ini, dari jaman teori
Marketing 1.0 hingga Marketing 3.0 oleh Pak Hermawan Kartajaya pun
terdeskripsikan di pasar tradisional. Itulah mengapa pasar tradisional
saya sebut sebagai pondasi ilmu Marketing.
Singkatnya, bila kita berbicara mengenai Marketing 1.0 yang lebih product-oriented. Pasar tradisional jelas menggambarkan bagaimana physical product merupakan faktor utama dimana barang dan uang berpindah kepemilikan, jenis interaksi one-to-many dari satu penjual ke banyak pembeli, dan kunci kesuksesan marketing yang terletak pada product development yang mengedepankan kualitas barang untuk memenuhi kebutuhan yang sesuai serta agar tidak mengecewakan pembeli.
Kemudian bila dikaitkan dengan teori Marketing 2.0 yang lebih consumer-oriented dimana penjual di pasar tradisional mengedepankan customer loyalty dari
langganannya. Loyalitas dari pelanggan untuk melakukan pembelian ulang,
tidak beralih ke penjual lain, dan rekomendasi pada pembeli lain
menjadi objective utama. Customer satisfaction sepertinya juga menjadi Key performance Indicator utama
bagi penjual untuk menciptakan kesetiaan pelanggan. Dengan ini, maka
jenis transaksi dalam pasar tradisional pun telah beralih menjadi one-to-one relationship.
Sedangkan untuk teori Marketing 3.0 yang berorientasi pada value untuk
menciptakan kehidupan yang lebih baik, pasar tradisional memiliki peran
utama dalam menjaga kesinambungan perekonomian di Indonesia. Mengutip
dari respon Walikota Solo, Pak @Jokowi_do2, pasar tradisional merupakan exhibiton hall dari
petani, nelayan, dan pedagang yang perlu untuk dilestarikan. Tawar
menawar harga yang masih menjadi ciri khas sebuah pasar tradisional
memiliki arti tersirat bahwa pasar tardisional masih memperhatikan
simbiosis mutualisme dengan pembelinya. Harga yang ditawarkan untuk buah
mangga yang matang dengn setengah matang pun akan berbeda harga, harga
yang ditawarkan akan sangat tergantung dari spesifikasi barang yang
dijual. Transaksi pada pasar tradisional pun juga menjadi sebuah many-to-many relationshipdimana
penjual akan bekerja sama dengan penjual lainnya untuk memuaskan
pelanggannya. Ketika Penjual ikan A telah kehabisan stok ikan kakap
merah, maka penjual ikan A akan mengambilkan ikan kakap merah dari
Penjual ikan B, begitu pula sebaliknya jika Penjual ikan A kehabisan
stok ikan Lele. Jenis transaksi ini semata-mata dilakukan untuk
memberikan yang terbaik bagi para pembeli. Inilah salah satu contoh
value yang terdapat pada pasar tradisional.
Penjelasan
singkat di atas merupakan sepenggal gambaran dari sebuah aplikasi teori
marketing dari waktu ke waktu yang sebagian besar masih dapat
diterapkan di pasar tradisional. Ilmu marketing modern yang sering
membahas mengenai service marketing, consumer behavior, dan retail management/ marketing pun
terpaparkan secara nyata dalam pasar tradisional. Semoga dengan ini,
kita dapat tetap melestarikan pasar tradisional sebagai contoh aplikatif
dari ilmu marketing demi keberlangsungan perekonomian Indonesia.
Terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar